Rabu, 14 September 2011

Sistem pengawasan dalam diri manusia

Anggota-anggota tubuh kita merupakan suatu sistem pengawasan (kontrol) terhadap apa yang kita kerjakan (perbuat) dalam hidup ini.
Allah swt. berfirman:
يُنَبَّأُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ بِمَا قَدَّمَ وَأَخَّرَ . بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ
Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. (Q.S.Al-Qiyamah:13-14)
 
Pada saat kita mengerjakan sesuatu, sistem pengawasan yang ada dalam diri kita senantiasa melakukan pengawasan. Maka dari itu kita tidak boleh mengabaikan sistem pengawasan dalam diri kita. Dalam mengerjakan sesuatu kita selalu diawasinya. Karena sistem pengawasan dalam diri kita inilah yang akan menjadi saksi pada saat kita mempertanggungjawabjan pekerjaan kita di hadapan Allah swt. dan tidak perlu adanya kesaksian orang lain.
Allah swt. berfirman:
يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (Q.S.an-Nuur:24).
 
Banyak orang mengawasi pekerjaan orang lain. Bahkan sampai membentuk sebuah lembaga pengawasan untuk mengawsainya. Namun terkadang mereka sendiri lalai bahkan cenderung mengabaikan terhadap sistem pengawasan yang ada dalam dirinya.
 
Mudah-mudahan sebagai orang yang beriman kita tidak termasuk orang-orang yang demikian itu!
 
Terkadang kita ini masih sering mengemukakan argument (alasan) untuk membenarkan perbuatan salah yang kita kerjakan. Padahal kita tahu bahwa Rasulullah saw. bersabda:
وَإِيَّاكَ وَمَا يَعْتَذَرُ مِنْهُ. أخرجه ابن عساكر وابن النجار
Dan janganlah kamu sekali-kali mencari alasan. (Ahrajau Ibnu 'Asaakir dan Ibnu Najaar).
 
Namun di akhirat nanti kita tidak akan dapat mengelak terhadap kesalahan yang kita lakukan karena anggota-anggota tubuh kita yang menjadi saksi pada saat kita mempertanggungjawabkan pekerjaan kita. Maka dari itu sebagai orang yang beriman kita harus melakukan intropeksi diri, karena intropeksi diri akan mengungkap ketergelinciran kita dalam hidup ini, dan akan menolong kita dalam upaya memperbaiki diri dari kesalahan-kesalahan yang kita lakukan, tanpa banyak meghiraukan komentar-komentar orang lain, prasangka buruk orang lain, dan apriori orang lain terhadap kemampuan kita dan keprofesian kita dalam mengerjakan sesuatu. Namun!  Mengapa terkadang kita masih memilih jalan lain dari pada jalan Allah swt? Sementara kita berharap orang lain ikut serta untuk menilai diri kita.

Allah swt. mengingatkan kita. Bahwa jiwa kita mempunyai sistem pendengaran, penglihatan, dan indera-indera lain yang akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat kelak. Oleh karena itu kita tidak boleh lupa terhadap hakekat jati diri kita.
Allah swt.berfirman:
وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ وَلَكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا تَعْمَلُونَ
Kamu sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu kepadamu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan. (Q.S.Fushilat:22)
 
Pada saat kita mengabaikan sistem pengawan yang ada dalam diri kita inilah! Sebenarnya kita sedang tergelincir dalam prasangka bahwa Allah tidak mengetahui perbuatan kita. Dalam kondisi yang demikian kita harus segera memohon ampun (beristighfar) kepada Allah atas kejahilan (kebodohan) kita.
Allah swt. berfirman:
وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
dan mohonlah ampun kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S.Al-Baqarah:199)
 
Disamping itu kita harus mengkaji diri kita dengan aspek keimanan kita terhadap ilmu Allah tentang kita.
 
Sebagai orang yang beriman pasti kita hendak menegakkan sikap obyektif dalam pengawasan diri. Dan kita sendiri yang memahami alasan-alasan yang telah kita canangkan. Namun terkadang kita sendiri membuat berbagai macam alasan untuk mengelabuhi diri. Akan tetapi selama akal kita itu normal dan berada dalam naungan Allah swt. serta petunjuk nurani, kita tidak mungkin dapat membujuk diri kita sendiri.
 
Mudah-mudahan Allah swt. menjadikal akal kita dinamis yaitu akal yang penuh semangat dan tenaga sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan.
Rasulullah saw. bersabda:
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ. رواه احمد والترمذى وابن ماجه
Orang yang cerdik adalah yang dapat melemahkan nafsunya dan beramal untuk keperluan setelah mati. Sedangkan orang yang bodoh adalah yang mengikuti keinginan nafsu dan berangan muluk tentang Allah. (H.R. Ahmad, Turmudzi, dan Inbu Majah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar