Perintah berkorban disyari’atkan pada tahun kedua hijriyah sebagaimana firman-NYa:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ . فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. (Q.S.Al-Kautsar:1-2)
Rasulullah saw. memperingatkan kepada orang-orang yang mampu berkorban akan tetapi enggan melaksanakanya sebagaimana sabdanya:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا . أخرجه أحمد وابن ماجه والبيهقى
Barangsiapa yang mempunyai kemampuan, tetapi ia tidak berkorban, janganlah ia menghampiri tempat shalat kami (Ahrajahu Ahmad, Ibnu Majah dan Baihaqi).
Sebagian ulama mengatakan bahwa berkorban itu hukumnya wajib, dasar yang mereka gunakan adalah sebagaimana ayat dan hadits tersebut di atas. Sedangkan sebagian yang lain mengatakan bahwa berkurban itu hukumnya sunah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
أُمِرْتُ بِالنَّحْرِ وَلَيْسَ بِوَاجِبٍ . رواه الدار قطنى
Saya disuruh menyembelih korban dan korban itu tidak wajib.(H.R.Daruquthni)
Perlu diketahui bahwa rumah tangga yang jumlah anggota keluarganya berbilang, maka berkorban itu hukumnya sunah kifayah, artinya apabila salah satu dari anggota keluarga itu sudah melaksanakannya maka cukup untuk semuanya. Namun apabila rumah tangga itu anggota keluarganya hanya terdiri dari seorang maka kurban itu hukumnya sunah ain (artinya sunah yang harus dilakukan). Demikian itu selain orang yang sedang mengerjakan ibadah haji karena korban merupakan amalan yang paling dicintai Allah ketika hari raya Idul Adha.
Rasulullah saw. bersabda:
مَاعَمِلَ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِمِنْ عَمَلٍ أَحَلَ إِلَى اللهِ تَعَالَى مِنْ إِرَاقَةِ الدَّمِ ، وَاِنَّهَا لَتَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُوْنِهَا وَأَظْلاَفِهَا ، وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ الله بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيْبُوْا بِهَا نَفْسًا) (رواه الترمذى والحاكم وصححه).Rasulullah saw. bersabda:
Tidak ada suatu amalan yang paling dicintai oleh Allah dari Bani Adam ketika hari raya Idul Adha selain menyembelih hewan kurban. Sesungguhnya hewan itu akan datang pada hari kiamat (sebagai saksi) dengan tanduk, bulu, dan kukunya. Dan sesungguhnya darah hewan kurban telah terletak di suatu tempat di sisi Allah sebelum mengalir di tanah. Karena itu, bahagiakan dirimu dengannya. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim)
Adapun hikmah disyari'atkannya ibadah korban antara lain:
1. Agar kita bersyukur kepada Allah swt. atas segala nikmat yang telah kita terima dari-Nya.
Allah swt. mensyariatkan ibadah kurban kepada kita dengan harapan kita ini menjadi orang-orang yang bersyukur kepada-Nya.
Allah swt berfirman:
1. Agar kita bersyukur kepada Allah swt. atas segala nikmat yang telah kita terima dari-Nya.
Allah swt. mensyariatkan ibadah kurban kepada kita dengan harapan kita ini menjadi orang-orang yang bersyukur kepada-Nya.
Allah swt berfirman:
كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُون
Demikianlah kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur. (Q.S.Al-Hajj:36)
Berkorban merupakan tanda syukur kita kepada Allah swt. dalam menjalankan ketaatan kepada-Nya, oleh karena itu kita jangan takabur atas nikmat-nikmat pemberian Allah swt. yang telah kita memilikinya, jangan menonjolkan diri dihadapan orang banyak atas nikmat-nikmat itu sebagaimana yang dilakukan oleh Qarun dan Firaun, jangan menganiaya orang lain dengan nikmat-nikmat itu, jangan melampaui batas dalam menggunakan nikmat-nikmat itu sehingga tidak diridhai Allah swt. Dan jangan memusuhi orang lain lantaran Allah swt. Member rizki tidak seperti yang diberikan kepada mereka. Barangsiapa melakukan hal-hal sebagaimana tersebut berarti ia telah mengkufuri nikmat Allah swt. Dan tidak mensyukurinya. Sedang mengkufuri nikmat akan menghapus kenikmatan itu dan menukarnya menjadi kehampaan.
Akan tetapi kebanyakan manusia setelah diberi anugerah (nikmat) oleh Allah swt. mereka tidak bersyukur.
Akan tetapi kebanyakan manusia setelah diberi anugerah (nikmat) oleh Allah swt. mereka tidak bersyukur.
Mudah-mudahan kita tidak termasuk salah satu di antara mereka yang tidak mau bersyukur.
Allah swt. berfirman:
Allah swt. berfirman:
وَإِنَّ رَبَّكَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَشْكُرُونَ
Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai kurnia yang besar (yang diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya). (Q.S.An-Naml:73)
2. Agar kita senantiasa menjadi orang yang takwa kepada Allah swt
Allah swt. berfirman:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُم
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. (Q.S.Al-Hajj:37)
Dari ayat tersebut kita dapat mengetahui karena korban itu ibadah, maka tidak boleh ditujukan kepada siapa pun selain Allah swt. Oleh karena itu berkorban harus kita lakukan dengan ihlas.
Takwa merupakan wasiat Allah swt. kepada orang-orang terdahulu dan yang dating kemudian. Sebagaimana firman Allah swt.
وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ
Dan sungguh kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. (Q.S.An-Nissa:131).
Karena itu tidak ada suatu kebaikan di dunia melainkan hanya takwa yang menjadi perintis dan penyebab mengantarkan kita kepada-Nya (Allah swt). Demikian pula sebaliknya, tiada suatu kejahatan di dunia ini, melainkan hanya takwa yang akan menjadi benteng yang teguh menyelamatkan kita dari siksa Allah swt. baik di dunia maupun di akherat.
3. Agar kita menjadi orang yang longgar dalam memberi nafkah keluarga dan orang lain.
Syukur akan menyuburkan sifat suka memberi dan suka menolong, oleh karena itu jangan sampai kita dalam melakukan kebaikan dan kebahagiaan kepada orang lain seperti berkorban mengharap balasan yang sebanding. Apalagi mengharap balasan yang lebih besar. Jika kita berlaku demikian, maka hilanglah nilai keikhlasan kita.
Allah swt. berfirman:
Syukur akan menyuburkan sifat suka memberi dan suka menolong, oleh karena itu jangan sampai kita dalam melakukan kebaikan dan kebahagiaan kepada orang lain seperti berkorban mengharap balasan yang sebanding. Apalagi mengharap balasan yang lebih besar. Jika kita berlaku demikian, maka hilanglah nilai keikhlasan kita.
Allah swt. berfirman:
وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ
Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
Itulah diantara hikmah disyari’atkannya ibadah korban dan masih banyak lagi hikmah-hikmah yang lain daripada disyari’atkannya ibadah korban itu.
Mudah-mudahan dengan hasil kerja yang kita lakukan setiap hari itu kita mampu beribadah korban pada setiap hari raya haji atau pada hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah), karena ibadah korban itu disyari'atkan oleh Allah swt.
Mudah-mudahan pula dalam bekerja kita selalu ingat pada Allah swt. Jangan karena alasan bekerja lalu kita lupa kewajiban mengabdi kepada Allah swt. Atau setelah sukses dalam pekerjaannya lantas lupa mengeluarkan sedekah atau zakat harta bendanya. Jika demikian maka kita dapat dikatakan sebagai orang yang rakus keduniaan dan tidak zuhud (tidak rakus kepada keduniaan).
Orang zuhud tidak identik dengan orang miskin. Orang kayapun dapat digolongkan zuhud kalau ia tidak kikir mengeluarkan hartanya untuk kebaikan. Sebaliknya orang miskin dapat dikatakan rakus keduniaan bila dalam setiap langkah dan geraknya yang dipikir hanya kekayaan. Orang miskin yang demikian terkadang rela menjual imannya untuk ditukar dengan kekayaan dan kemewahan.
Orang zuhud tidak identik dengan orang miskin. Orang kayapun dapat digolongkan zuhud kalau ia tidak kikir mengeluarkan hartanya untuk kebaikan. Sebaliknya orang miskin dapat dikatakan rakus keduniaan bila dalam setiap langkah dan geraknya yang dipikir hanya kekayaan. Orang miskin yang demikian terkadang rela menjual imannya untuk ditukar dengan kekayaan dan kemewahan.
Perlu kita ketahui pula, bahwa seandainya Allah swt melapangkan rizki kepada semua hamba-Nya, tentulah mereka akan melapaui batas di muka bumi, tetapi Allah swt. menurunkan rizki menurut apa yang dikehendaki-Nya, menurut kadar (ukuran) yang Dia kehendaki, ada yang diberi rizki secara longgar dan ada yang diberi rizki secara sempit, dengan kata lain hamba-Nya ada yang kaya dan ada yang miskin. Semua itu mengandung hikmah yang sangat agung. Allah swt. Kepada hamba-Nya selalu mengetahui dan melihat keadaan hamba-hamba-Nya
Allah swt. berfirman:
Allah swt. berfirman:
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ
Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya dia Maha mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat. (Q.S.Ays-Syuuraa:27)
Karena Allah swt. mengetahui keadaan hamba-Nya serta melihat-Nya, maka dari itu kita sebagai orang yang beriman kita harus bersyukur atas rizki pemberian Allah swt. itu, salah satunya dengan beribadah korban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar